Kronologi Sengketa Rumah Guruh Soekarnoputra

Kronologi Sengketa Rumah Guruh Soekarnoputra


Sengketa hunian milik Guruh Soekarnoputra mengundang perhatian publik sejak tahun lalu. Permasalahan bermula ketika Guruh Soekarnoputra mengklaim rumahnya disatroni oleh orang tak dikenal. Sejak saat itu, sengketa rumah terus berlanjut dan menimbulkan berbagai kabar terkini.


Rencananya, Pengadilan Negeri (PN) Jaksel akan segera menjalankan eksekusi terhadap rumah milik Guruh Soekarnoputra di Jakarta Selatan. Penyebabnya adalah pertikaian yang terjadi antara Guruh dan Susy Angkawijaya. Keberangkatan eksekusi ini berawal dari urusan peminjaman uang yang akhirnya berujung pada perintah untuk mengosongkan rumah tersebut.


Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai asal usul perselisihan antara Guruh Soekarnoputra dan Susy Angkawijaya, berikut beberapa informasinya:


Pertama, kita harus mencermati latar belakang sengketa ini. Sebagai informasi awal, Guruh Soekarnoputra adalah seorang pemilik rumah yang mengajukan gugatan kepada Susy Angkawijaya.


Kedua, mari kita bahas lebih detail mengenai dasar gugatan Guruh Soekarnoputra. Kabarnya, Guruh mengklaim bahwa rumah yang dimiliki olehnya telah digunakan secara paksa oleh Susy Angkawijaya.


Terakhir, ada kabar terkini terkait sengketa ini. Menurut sumber terpercaya, kasus ini sedang dalam proses penyelesaian di pengadilan dan masih menunggu keputusan hakim.


Peselisikan mengenai rumah kliennya yang berujung pada perintah pengosongan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) telah dijelaskan oleh pengacara Guruh Soekarnoputra, Simeon Petrus. Menurut penjelasan Simeon, sengketa ini bermula ketika Guruh meminjam sejumlah dana sebesar Rp 35 miliar pada bulan Mei 2011 untuk kepentingan bisnisnya.


"Kemudian terjadilah pembicaraan. Mas Guruh melakukan permohonan pinjaman uang. Dalam pinjaman itu Rp 35 miliar, kemudian dengan bunga 4,5 persen jangka waktu 3 bulan. Itu akhirnya Suwantara Gautama itu mengajukan syarat dia, bahwa saya bisa kasih pinjaman tapi harus dengan PPJB, perjanjian perikatan jual beli," ujar Simeon kepada para wartawan pada hari Kamis (3/8/2023).


Simeon menyatakan bahwa Guruh telah mencoba menghubungi pemberi pinjaman sebelum batas waktu 3 bulan berakhir. Namun, ia mengungkapkan bahwa pemberi pinjaman tidak dapat dihubungi.


Pada tanggal 3 Agustus 2011, kabarnya, Guruh menerima saran untuk membuat perjanjian jual beli (PJB) dengan harga rumah sebesar Rp 16 miliar. Menurut Guruh, dia belum menerima uang sebesar Rp 16 miliar tersebut. PJB tersebut, menurut Simeon, melibatkan Guruh sebagai penjual dan Susy Angkawijaya sebagai pembeli.


Simeon mengonfirmasi bahwa perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) yang dilakukan untuk pinjaman sebesar Rp 35 miliar masih tetap berlaku dan belum ada pembatalan, serta bunga pinjaman juga belum disetorkan kembali kepada Guruh. Simeon menjelaskan bahwa Alih Jaminan Hak Tanah (AJB) tersebut kemudian diambil oleh Susy sebagai dasar untuk mengajukan gugatan terhadap Guruh dan mengklaim bahwa rumah tersebut adalah miliknya.


Seorang individu mengungkapkan bahwa Susy dan Suwantara menjalin hubungan suami istri. Individu ini menyatakan bahwa Guruh tidak memiliki pengetahuan tentang hubungan antara Susy dan Suwantara.


Pada akhir bulan Oktober, Simeon, seorang teman dekat Guruh, memberitahukan bahwa Guruh telah mengirim surat kepada Susy Angkawijaya, seorang notaris ternama, bernama Suwantara Gautama, dengan maksud membuat Akta Jual Beli (AJB) balik nama. Namun sayangnya, Susy tidak memberikan tanggapan atau jawaban atas surat tersebut. Kemudian, pada bulan Desember, Guruh mengirimkan surat kedua kepada Susy.


"Kemudian, pada bulan Februari Susy ini mengirim surat ke Guruh jawaban surat itu permintaan bahwa Pak Guruh silakan keluar karena sudah dibuat AJB. Sudah buat akta pengosongan, baru itu Mas Guruh merasa dulu pinjam meminjam sekarang kok jadi jual beli?" tambahnya.

<h2>Perintah Eksekusi Rumah</h2>

Sengketa tersebut terus berlanjut dengan keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) yang memutuskan untuk menghukum rumah milik Guruh Soekarnoputra yang terletak di Jalan Sriwijaya III Nomor 1, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan agar dieksekusi. Tindakan tersebut dilakukan sebagai akibat dari kekalahan Guruh dalam gugatan perdata melawan Susy Angkawijaya dan dijatuhi hukuman pembayaran ganti rugi materiil sebesar Rp 23 miliar.


Djuyamto, pejabat yang menangani hubungan masyarakat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), mengatakan bahwa pelaksanaan pengeksekusian penyitaan rumah adalah bagian dari proses hukum perdata. Proses hukum ini terkait dengan perselisihan antara Guruh Soekarnoputra dan Susy Angkawijaya, di mana Guruh mengalami kekalahan dalam perselisihan tersebut.


Pada tanggal 4 Agustus 2023 nanti, dijadwalkan akan dilaksanakan pelaksanaan eksekusi. Seiring dengan tahun sebelumnya, Guruh Soekarnoputra telah diberi permintaan untuk meninggalkan tempat tinggalnya yang terletak di Jalan Sriwijaya, daerah Wijaya, di bagian selatan Jakarta, serta menyerahkannya kepada Susy.


"Penetapan (rumah agar dikosongkan) keluar pada 31 Agustus 2022. Proses selanjutnya, Guruh diberikan peringatan untuk keluar dengan sukarela dari objek sengketa di Jalan Sriwijaya tersebut dengan harapan pihak termohon eksekusi, dalam hal ini Guruh, menyerahkan dan mengosongkan (rumah) kepada pihak Susy," tutur Djuyamto kepada para jurnalis pada hari Selasa (18/7/2023).


Ada peringatan yang telah diulang hingga tiga kali kepada penduduk untuk menyisakan rumah mereka kosong, sejak tahun 2020. Hal ini berkaitan dengan pelaksanaan pengosongan lahan dan bangunan yang pada dasarnya merupakan proses hukum perdata, ungkap Djuyamto.

<h2>Eksekusi Rumah Ditunda</h2>

Pada Kamis (3/8/2023), PN Jaksel memutuskan untuk menunda eksekusi rumah milik Guruh Soekarnoputra. PN Jaksel menyatakan bahwa kondisi di rumah Guruh tidaklah aman. Alasannya adalah karena adanya sejumlah orang yang berjaga di sekitar rumah Guruh yang mengganggu situasi yang aman dan tertib.


"Kami sampaikan bahwa terkait dengan pelaksanaan eksekusi rumah di Jalan Sriwijaya 3 yang dikenal dengan termohon eksekusinya Guruh Soekarnoputra pada jam 09.00 pagi tadi sesuai dengan jadwal penetapan eksekusi, petugas kami juru sita sudah sudah mendekati ke lokasi objek eksekusi," ucap juru bicara Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Djuyamto, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, pada hari Kamis (3/8/2023).


"Namun demikian, petugas kami juru sita kami Pengadilan Selatan tidak bisa masuk ke lokasi oleh karena situasi dan kondisi di tempat lokasi objek eksekusi tidak memungkinkan atau tidak kondusif," ujar beliau.


Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akhirnya terpaksa mengalami penundaan dalam pelaksanaan eksekusi tempat tinggal Guruh Soekarnoputra. Djuyamto mengungkapkan bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akan segera mengambil keputusan terkait masalah ini.