Sejarah Jakarta: Kantor Pos Kota Tua

Sejarah Jakarta: Kantor Pos Kota Tua



Kantor Pos di Indonesia yang termasuk yang tertua berada di Kota Tua Jakarta. Lebih dari 100 tahun lamanya, Kantor Pos Kota Tua memiliki banyak sejarah Jakarta yang diabadikan.


Seiring dengan kemunculan dan penyebaran pesat teknologi telepon, surat menyurat telah mengalami perubahan signifikan dalam peran dan relevansinya dalam komunikasi manusia. Sekarang ini, surat menyurat lebih sering digunakan sebagai bentuk komunikasi formal atau dalam situasi tertentu yang membutuhkan dokumentasi tertulis.


Sebetulnya aktivitas kirim-mengirim surat dan kirim-mengirim barang sudah berlangsung sejak masa pemerintahan Kerajaan Majapahit dan Tarumanegara.


Namun, dengan kedatangan Belanda, maka kegiatan tersebut menjadi semakin maju karena pengiriman barang diatur melalui sistem pos.


Menurut informasi yang saya dapatkan dari website resmi Kemendikbud, di Indonesia, kelahiran perposan modern terjadi pada tahun 1602, saat VOC mulai memerintah wilayah Nusantara.


Pada waktu tersebut, pengiriman surat hanya dilaksanakan di beberapa kota spesifik yang terletak di Pulau Jawa maupun di luar Pulau Jawa.


Surat-surat atau kiriman pos hanya disimpan di Stadsherbrg atau Gedung Penginapan Kota sehingga orang-orang harus terus memverifikasi apakah ada surat atau paket untuk mereka.


Agar keamanan surat-surat dan paket-paket pos tersebut lebih ditingkatkan, Gubernur Jenderal G. W. Baron Van Imhoff mendirikan markas pos awalnya di Indonesia yang berlokasi di Batavia.


Pos awal ini berdiri pada hari ke-20 bulan Agustus tahun 1746 persis di Gambir, Jakarta Pusat.


Gedung yang dimaksud adalah Gedung Filateli, yang berlokasi di daerah Gambir, Jakarta Pusat.


Penyusunan dimulai ketika pemerintahan Hindia Belanda yang saat itu dikelola oleh Deandles, mengalihkan pusat pemerintahan Batavia dari Kota Tua ke Wilayah Weltevreden.


Mengingat pertambahan permintaan untuk jasa pos yang semakin meningkat, pemerintah Hindia Belanda memutuskan untuk menginisiasi proyek pembangunan Kantor Pos di pusat kota Batavia. Melalui analisis sejarah Kantor Pos Kota Tua, kebutuhan akan fasilitas tersebut dianggap semakin penting bagi masyarakat di masa itu.


Pada tanggal 20 Juli 1928, seorang insinyur bernama Ir R Baumgartner, yang bertanggung jawab untuk bangunan negeri (BOW), resmi memulai pelaksanaan proyek konstruksi gedung baru yang terletak di sebelah utara Museum Fatahillah, di Kota Tua Jakarta Barat.


Ir. R. Baumgartner merupakan seorang ahli desain bangunan yang bekerja di Bagian Rekayasa Konstruksi yang berada di Divisi Teknik Sipil.


Satu abad yang lalu, sebuah bangunan baru akan digunakan sebagai pusat pos dan telegraf di pusat Kota Batavia, yang merupakan nama lama dari Kota Jakarta.


Pembangunan proyek yang menghabiskan biaya hingga 360.000 Gulden dijalankan oleh perusahaan kontraktor N.E.D.A.M.


Estimasi jangka waktu untuk menyelesaikan pekerjaan rencananya adalah selama 15 bulan, yang berarti pekerjaan akan selesai dalam bulan September 1929.


Gedung ini sebelumnya dikenal dengan nama Kantor Pos dan Telegraf. Sebagai salah satu bangunan yang berada di sekitar Alun-Alun Fatahillah, Kantor Pos Kota memiliki peran penting dalam melayani kebutuhan komunikasi warga kota.


Bangunan ini telah diawal-awali direncanakan berdasarkan konsep modern (Nieuwe Zakelijkheid) yang tengah diminati di Belanda dan Hindia Belanda pada akhir dekade 1920-an.


Arsitektur diadaptasi sesuai dengan udara tropis di Indonesia dan terhias dengan "facades ganda", unsur khas dalam arsitektur tropis di Hindia.


Ada beberapa bangunan di sekitar Kantor Pos Kota yang juga memiliki desain yang serupa, salah satunya adalah Museum Bank Mandiri (1929).


Bangunan ini telah melayani sebagai tempat pengiriman surat dari saat pertama kali didirikan hingga saat ini.


Sebagaimana dipaparkan oleh Kompas.com pada masa tersebut, Batavia berperan sebagai pusat administrasi pada masa kolonial Hindia Belanda.


Penyusunan kantor pos juga dilaksanakan tepat dihadapan Gedung Balai Kota Administrasi Hindia Belanda.


Terpilihnya lokasi tersebut dikarenakan pada masa tersebut, kantor pos memiliki relevansi besar pada era kolonial.


Proses aliran data harus diterima dengan kecepatan maksimal. Pada masa lampau, pengiriman surat hanya dilakukan di beberapa kota yang terbatas di dalam maupun di luar Pulau Jawa.


Pada masa kini, di samping berfungsi sebagai Kantor Pos, terdapat bagian bangunan lain yang dimanfaatkan sebagai tempat seni kontemporer yang sering dikenal dengan sebutan Galeria Fatahillah.